Kamis, 11 April 2013

Paradikma Perilaku (OSB) Tenaga Kependidikan

Paradikma Perilaku (OSB) Tenaga Kependidikan oleh RAISAH SURBAKTI Pendidikan nasional yang tertuang dalam UU No.20 Tahun 2003 (Sisdiknas, pasal 3) berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa serta mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Hal ini harus dibarengi dengan peningkatan mutu tenaga pendidik dan tenaga kependidikan. Kebijakan pembangunan pendidikan di Indonesia di antaranya diarahkan untuk mencapai meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga kependidikan mampu berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan Asep Mahpudz dkk, (2009). Wibawa lembaga pendidikan di pengaruhi oleh pengelolaan manajemennya yang ditangani oleh tenaga kependidikan. Lembaga pendidikan dalam hal ini sekolah/madrasah untuk peningkatan mutu pendidikan tidak dapat dilepaskan dengan upaya peningkatan mutu pendidiknya dan tenaga kependidikannya. Joko Kuncoro (2002) Fu'adz Al-Gharuty (2009) menyatakan bahwa pekerjaan kantor atau tata usaha memiliki berbagai sebutan lain seperti office work, paper work, dan clerical work diperlukan oleh semua jenis aktivitas substantif agar dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Lembaga pendidikan yakni sekolah/madrasah yang efektif meliputi: (1) Perencanaan dan pengembangan sekolah, (2) Iklim dan budaya sekolah, (3) Pemantauan terhadap kemajuan siswa, (4) kepemimpinan kepala sekolah, (5) pengembangan guru dan staf, (6) Pengembangan siswa, (7) Pemberdayaan orang tua siswa dan masyarakat, (8) Penghargaan dan insentif, (9) Tatat tertib dan kedisplinan, (10) Pengelolaan kurikulum, (11) Akuntabilitas sekolah, (12). Kesebelas karakteristik tersebut saling mendukung dalam mendorong terselenggaranya proses yang efektif di sekolah Direktorat Tenaga kependidikan, (2006) Pendidik dan tenaga kependidikan merupakan salah satu dari Standar Nasional Pendidikan yang memerlukan perhatian khusus dari pemerintah dan masyarakat. Tenaga kependidikan merupakan tenaga yang bertugas merencanakan dan melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. (UU No.20 THN 2003, PSL 39 (1). Tenaga kependidikan berperan sebagai penunjang penyelenggaraan pendidikan, mulai dari pengaturan jadwal pembelajaran yang teratur, kelengkapan sarana-prasarana sekolah yang memadai dan memenuhi standar, kebersihan dan kenyamanan lingkungan sekolah yang selalu terjaga, manajemen sekolah yang tegas serta supervisi yang ketat. Semua faktor itu adalah peran strategis tenaga kependidikan, apakah itu staf Tata Usaha, pustakawan, laboran, pesuruh/ penjaga sekolah, pengawas sekolah dan kepala sekolah. Penilaian keberhasian pendidikan tidak hanya diukur dari faktor tenaga pendidik (guru dan dosen) saja, tetapi juga harus dilihat dari berbagai sudut pandang. Tenaga kependidikan /pegawai yang bekerja pada satuan pendidikan selain tenaga pendidik. Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. Untuk menuju point education change (perubahan pendidikan) secara menyeluruh, maka manajemen pendidikan adalah hal yang harus diprioritaskan untuk kelangsungan pendidikan sehingga menghasilkan out-put yang diinginkan. Fungsi TAS/M adalah pelayanan prima di bidang administrasi baik dalam arti sebenarnya maupun singkatan. Singkatan PELAYANAN PRIMA adalah Pantas, Empati, Langsung, Akurat, Yakin, Aman, Nyaman, Alat, Nyata, Perkataan, Rahasia, Informasi, Mudah, dan Ahli. Arti singkatan ini sekaligus sebagai karakteristik pelayanan prima Fu'adz Al-Gharuty (2009). Bila pendidikan sekolah di Indonesia ingin maju, salah satunya dibutuhkan pendidik dan tenaga kependidikan yang profesional dan penuh dedikasi. Pendidik dan tenaga kependidikan faktor-faktor langsung yang terkait untuk tercapainya tujuan pendidikan, pendidik dan tenaga kependidikan saling mempengaruhi untuk kesuksesan tercapainya tujuan pendidikan. Tenaga kependidikan pada hakikatnya mempunyai perjuangan yang sama yaitu memerangi kebodohan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun dalam perjuangan tersebut, setiap tenaga pendidikan memiliki peranan dan fungsinya masing-masing di sekolah, pemegang peranan itu meliputi pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik Oteng Sutisna ( 1987). Pasal 140 Ayat 1 (RPP, Bab XII/2005) sebagai berikut. Tenaga kependidikan mencakup pimpinan satuan pendidikan, penilik satuan pendidikan nonformal, pengawas satuan pendidikan formal, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, teknisi sumber belajar, tenaga lapangan pendidikan, tenaga administrasi, psokolog, pekerja sosial, terapis, tenaga kebersihan sekolah, dan sebutan lain untuk petugas sejenis yang bekerja pada satuan pendidikan. Peranan TAS/M sangat erat hubungannya dengan otoritas formal yang diberikan oleh S/M. Otoritas formal tersebut berupa tugas pokok dan fungsi TAS/M. Pekerjaan tenaga administrasi menurut Terry meliputi: penyampaian keterangan secara lisan dan pembuatan surat menyurat dan laporan-laporan sebagai cara untuk meringkas banyak hal dengan cepat guna menyediakan suatu landasan fakta bagi tindakan kontrol dari pimpinan. Selanjutnya ditambahkan Terry bahwa tujuh kegiatan tenaga administrasi adalah: (1) mengetik, (2) menghitung, (3) memeriksa, (4) menyimpan, (5) menelpon, (6) menggandakan, (7) mengirim surat, dan (8) lain-lain. Sedangkan Mill dan Standingford (1982) menyebutkan delapan kegiatan tenaga administrasi yaitu: (1) menulis surat, (2) membaca, (3) menyalin (menggandakan), (4) menghitung, (5) memeriksa, (6) memilah (menggolongkan dan menyatukan), (7) menyimpan dan menyusun indeks, dan (8) melakukan komunikasi (lisan dan tertulis). Menurut The Lian Gie, (dalam Fu'adz Al-Gharuty,2009) tenaga tata usaha memiliki tiga peranan pokok yaitu: (1) melayani pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan operatif untuk mencapai tujuan dari suatu organisasi, (2) menyediakan keterangan-keterangan bagi pucuk pimpinan organisasi itu untuk membuat keputusan atau melakukan tindakan yang tepat, dan (3) membantu kelancaran perkembangan organisasi sebagai suatu keseluruhan. Berdasarkan pendapat The Lian Gie di atas, maka peranan TAS/M sesungguhnya hanya satu yaitu sebagai administrator karena ketiga peranan yang diungkapkan di atas yaitu melayani, menyediakan, dan membantu sama dengan administrasi. Jika ditinjau dari sudut asal usul kata (etimologis), maka administrasi berasal dari Bahasa Latin, ad + ministrare. Ad berarti intensif, sedangkan ministrare berarti melayani, membantu, dan memenuhi atau menyediakan. Selanjutnya dijelaskan oleh The Liang Gie, bahwa untuk Indonesia dapatlah kini secara lengkap tata usaha dirumuskan sebagai segenap rangkaian kegiatan yang menghimpun, mencatat, mengolah, menggandakan, mengirim, dan menyimpan. Pekerjaan catat-mencatat atau tulis-menulis mendukung falsafah yang digunakan dalam Sistem Manajemen Mutu ,Fu'adz Al-Gharuty, (2009). Peraturan Pemerintah Republiik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional, maka tenaga kebersihan, tenaga perpustakaan, dan tenaga laboran/teknisi bukan lagi menjadi staf TAS/M tetapi kedudukannya tersendiri yaitu sebagai salah satu tenaga kependidikan seperti halnya dengan TAS/M. Peranan semua pelaksana urusan adalah sebagai administrator. Peranan pesuruh adalah sebagai pengantar surat (expeditor atau distributor) dan melayani konsumsi tamu (waiter). Peranan pengemudi adalah sebagai sopir (driver). Peranan tukang kebun adalah pemelihara kebun (caretaker). Dari paparan paparan di atas jelas bahwa tenaga edukatif cukup berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan dari berbagai hal, termasuk pengembangan kurikulum, administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. Tujuan meningkatkan peranan dan fungsi tenaga kependidikan adalah agar terjadi kerja yang sinergi antar tenaga kependidikan dalam upaya memajukan sekolahnya masing-masing sehingga, pendidikan kita diharapkan mampu bersaing secara sehat baik di tingkat lokal, regional, nasional, maupun internasional. Pendidik dan tenaga kependidikan dituntut memiliki kompetensi sosial, misalnya: bisa bekerja sama, pandai bergaul, empati, supel, dan lain sebaginya dan mengarahkan peserta didik dalam mewujudkan kecerdasan interpersonal Hamzah Nur (2009). Kriteria profesionalisme jabatan kependidikan menurut peraturan pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 menetapkan standar profesionalisme jabatan fungsional yang mengacu pada kriteria: 1) Mempunyai metodologi, teknik analisis, dan prosedur kerja yang didasarkan atas disiplin ilmu pengetahuan dan pelatihan teknis fungsional. 2) Memiliki etika profesi yang akan ditetapkan oleh organisasi profesi. 3) Mempunyai jenjang jabatan tertentu. 4) Pelaksanaan tugas yang bersifat mandiri. 5) Jabatan fungsional tersebut diperlukan dalam pelaksanaan tugas pokok organisasi. Melihat kondisi di lapangan Peranan dan fungsi Tenaga Administrasi Sekolah/Madrasah (TAS/M) belum sepenuhnya diberdayakan oleh Sekolah/Madrasah, pada hal peranan dan fungsi TAS/M mendukung kelancaran pembelajaran. Peranan menimbulkan harapan dan berkonflik dengan kepribadian, di temukan juga masih banyak tenaga kependidikan yang belum termotivasi untuk meningkatkan profesionalismenya karena kemampuan yang sangat minim. Ahmad Sjafii Maarif, mengatakan pada, Republika, 9 Mei 2005, mutu pendidikan di negeri ini memang masih rendah. Untuk memecahkan masalah pendidikan tersebut diperlukan usaha ekstra keras dari semua pihak secara sinergis. Tenaga kependidikan belum ada “pengakuan” dan penghargaan atas kinerjanya seperti sertifikasi. Hal ini akan menimbulkan kesenjangan yang mengakibatkan peningkatan mutu pendidikan terhambat. Tenaga kependidikan yang tidak memenuhi standar kompetensi, walau telah diberikan kesempatan untuk mengikuti diklat dan pembinaan secara intensif, tetapi tidak menunjukkan adanya perbaikan yang signifikan. Kondisi pendidikan di Indonesia, mengutip anonim 2008 data dari UNDP ( United Nation Development Program, menyebutkan bahwa pada tahun 1999 tingkat Human Development Index (HDI) berada pada posisi urutan 105. Pada tahun 2000, HDI Indonesia menurun menjadi di posisi 109. Tahun 2002 turun lagi menjadi peringkat 110, dan data tahun 2003 menjadi posisi 112, tahun 2006 posisinya 109 dari 172 negara, dan tahun 2009 menempati posisi 111 dari 182 negara. Untuk itu diperlukan perbaikan mutu pendidikan dengan perbaikan pengelolaan pendidikan. Permasalahan pendidikan dan perlunya pembenahan pendidikan di Indonesia tidak terlepas dari peran tenaga kependidikan. Permasalahan dalam dunia pendidikan non formal, bidang ketenagaan ternyata jumlah tenaga pendidikan dan kependidikan tahun 2006 masih memprihatinkan (Enceng Muyana,2007), masalah lain menurut Enceng yaitu tata kelola belum efektif, efisien dan akuntable. Markasid dalam jurnal penelitiannya tentang kebijakan kwalitas tenaga kependidikan, mengatakan mentalitas dan orientasi kerja serta etos kerja tenaga kependidikan menjadi variabel pengukuran kinerja para tenaga kependidikan, tenaga kependidikan dinyatakan di dalam Pasal 140 Ayat 1 (RPP, Bab XII/2005) sebagai berikut. Tenaga kependidikan mencakup pimpinan satuan pendidikan, penilik satuan pendidikan nonformal, pengawas satuan, pendidikan formal, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, teknisi sumber belajar, tenaga lapangan pendidikan, tenaga administrasi, psokolog, pekerja sosial, terapis, tenaga kebersihan sekolah, dan sebutan lain untuk petugas sejenis yang bekerja pada satuan pendidikan. Tugas dan tanggung jawab tenaga kependidikan di dalam ayat 2 (Pasal 140/Bab XII/RPP/2005). Ali Imran dalam jurnalnya tentang prilaku tenaga administrasi sekolah dalam pelayanan publik, dari hasil survey yang dilakukan UGM tahun 2002, sebagaimana dikedepankan oleh Imran (2007), bahwa secara umum stokeholders menilai bahwa kualitas layanan publik mengalami perbaikan setelah diberlakukannya otonomi daerah. Namun jika dilihat dari sisi efisiensi dan efektivitas, responsibilatas dan kesamaan perlakuan (tidak diskriminatif) masih jauh yang diharapkan. Temuan Mohammad dalam (Ali Imran,2009), pelayanan yang dilakukan oleh institusi sebagai berikut: Pertama, masih kurang responsif. Kedua, masih kurangnya imformatif. Keempat, kurangnya accessible. Kelima, kurangnya berkoordinasi. Keenam, masih terlalu birokratis. Ketujuh, kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat. Kedelapan, masih menunjukkan inefisien. Sementara sekolah sebagai ujung tombak pelayanan publik dalam pendidikan anak. Dengan demikian Sekolah harus menggeser paradikma pelayanan publik yang konvensional menjadi pelayanan publik yang pro-aktif, responsif, cepat, tanggap, biaya rendah, sederhana dan efektif, sehingga memuaskan kustomer (Ali Imran, 2009). Pendidik dan tenaga kependidikan dituntut memiliki kompetensi sosial, misalnya: bisa bekerjasama, pandai bergaul, empati, supel, dan lain sebaginya dan mengarahkan peserta didik dalam wujudkan kecerdasan interpersonal. Pendidik dan tenaga kependidikan bisa menerapkan budaya akademik, mentransformasi budaya belajar, dan mengarahkan peserta didik untuk dapat melestarikan dan mengkritisi budaya sebagai identitas bangsa Hamzah Nur (2009). Berkenaan dengan kualitas personal, Fu'adz Al-Gharuty,(2009) Fungsi Tata Usaha di sekolah/madrasah seharusnya PELAYANAN PRIMA dalam arti singkatan adalah: Pantas (tepat janji dalam Mutu, Biaya, dan Waktunya = BMW), Empati (memahami kebutuhan konsumen); Langsung (responsif, segera dikerjakan dan tidak berbelit-belit), Akurat (tepat atau teliti, reliabel); Yakin (kredibiltas, dapat dipercaya), Aman (resiko kecil, keraguan kecil), Nyaman (menyenangkan dan memuaskan), Alat (lengkap dan modern), Nyata (penampilan sarana dan parasarana, personil), Perkataan (sopan santun, bersahabat, mudah berkomunikasi, mudah dipahami, konsisten dengan tindakan), Rahasia (kerahasiaan pelayanan terjamin), Informasi (penyuluhan jelas mudah didengar dan dipahami, objektif, valid, reliabel, komprehensif, lengkap, dan mutakhir); Mudah (kesediaan melayani, mudah dihubungi, mudah ditemui, mudah disuruh), dan Ahli (dikerjakan oleh orang yang benar-benar kompeten). Hal ini mensinyalir bahwa tenaga educatif diantaranya mau memahami kebutuhan konsumen, walau itu bukan bagian tugasnya secara langsung. Denyer (dalam Fu'adz Al-Gharuty,2009) menyatakan bahwa kualitas kepribadian tenaga administrasi Sekolah / Madrasah (TAS/M) yang penting-penting adalah kegairahan (enthusiasm), ketulusan (sincerity), kebijaksanaan (wisdom), dan pengendalian diri (self-control). Berkaitan dengan ketulusan. Sri Pannyavaro (2007) menyatakan bahwa diantara pekerjaan luhur yang dilakukan manusia adalah melayani orang lain tanpa mengharapkan imbalan. Jika seseorang membantu orang lain dengan ketulusan atau keikhlasan, maka ia akan mendapat kebahagiaan. Sebaliknya, orang yang tidak tulus akan lebih banyak merasa gelisah dan khawatir, bahkan kecewa dan menyesal manakala mendapati kenyataan yang sesuai harapan. Elanai (2007) menjelaskan perilaku yang membantu perusahaan, namun perilaku mereka tidak dianggap sebagai bagian dari unsur-unsur inti dari pekerjaan merupakan prilaku Organization Citizenship behavior (OCB). Organization Citizenship Behavior (OCB) merupakan suatu prilaku karyawan yang mau melakukan hal-hal di luar tugas formal mereka bagi organisasi tampa mendapatkan imbalan lebih untuk mendukung lembaga bertahan dalam kompetensi mencapai keberhasilan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar