Minggu, 01 Juli 2012

Analisis Kebijakan


Analisis Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007
Tanggal 28 Juni 2007 Standard Sarana  dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/
Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas (SMA/MA)


Oleh:  Raisah Surbakti
Program Doktor Manajemen Pendidikan UNIMED

A.           Latar Belakang
Pada hakikatnya pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan termasuk membangun budaya dan peradaban bangsa. Karena itu, UUD 1945 secara tegas mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Biaya pendidikan yang tinggi sangat dirasakan berat, sehingga menjadi beban masyarakat tidak mampu untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang SMP/MTs maupun yang lebih tinggi. disamping terbatasnya anggaran Pendidikan yang dialokasikan dalam APBN, APBD Propinsi/Kab/kota serta Sekolah. Terbatasnya sarana dan prasarana dan tingginya tingkat kerusakan dan pendidikan menjadi penghambat kemajuan Bangsa. Peran sarana prasarana pendidikan sangat penting dalam memperlancar pelaksanaan proses pembelajaran di sekolah.
Tahun 2003/2004  57,2% gedung SD/MI dan 27,3% gedung SMP/MTs mengalami kerusakan, baik rusak berat maupun rusak ringan. Gedung SD/MI yang dibangun secara besar-besaran pada saat dimulainya Program Inpres SD tahun 1970-an dan program wajib belajar enam tahun pada tahun 1980-an sudah banyak yang rusak berat yang diperburuk dengan terbatasnya biaya perawatan dan perbaikan. Pada saat yang sama, sebagian besar sekolah belum memiliki prasarana penunjang mutu pendidikan seperti perpustakaan dan laboratorium. Dari survei yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional pada tahun 2004, dari 159.132 SD/MI, hanya 30,78% sekolah yang memiliki perpustakaan. Di samping itu, kondisi prasarana penunjang yang ada pun banyak yang rusak. Ruang laboratorium pada jenjang SMP/MTs yang mengalami kerusakan ringan dan berat berkisar  8,4% untuk laboratorium komputer dan 22,3 untuk laboratorium IPS. Sementara itu, ruang laboratorium jenjang SMA/MA sekitar 30% juga mengalami kerusakan. Kondisi yang demikian, akan berpengaruh pada ketidaklayakan, ketidaknyamanan pada proses belajar mengajar, juga akan berdampak pada keengganan orang tua untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah-sekolah tersebut. Fasilitas lainnya yang mempengaruhi kualitas pendidikan ialah ketersediaan sumber belajar seperti  buku teks pelajaran atau bahan ajar. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Depdiknas diketahui bahwa secara nasional, rata-rata rasio buku per siswa untuk  SD adalah 0,80, yang belum menunjukkan rasio satu siswa satu buku. Padahal buku merupakan sarana belajar yang sangat penting yang ketiadaannya dapat menghambat pelaksanaan proses belajar mengajar (http://www.bappenas.go.id/).
Upaya pengentasan  permasalahan tersebut pemerintah mengeluarkan Permendiknas No 24 tahun 2007 Tentang Standard Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas (SMA/MA).
Tujuan dikelurkan Permendiknas No. 24 tahun 2007 sebagai acuan dalam penyelenggaraan pendidikan untuk tiap satuan pendidikan, untuk mengatasi masalah sarana/prasarana Pendidikan Dasar dan Menengah dalam mendukung proses pembelajaran  di sekolah serta untuk meningkatkan kualitas pendidikan itu sendiri.
Sebelum dikeluarkan Permendiknas No. 24 tahun 2007 telah ada upaya pemerintah melalui PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pada pasal 42 ayat (1) disebutkan bahwa setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, alat pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan (Permendiknas, 2006: 192). Untuk memenuhi sarana pendidikan, satuan pendidikan (sekolah) wajib mengupayakan sarana pendidikan yang diperlukan.  Namun upaya tersebut belum Menjadi acuan dan menjadi solusi untuk mengatasi permasalahan sarana prasarana pendidikan malah dari data diketahui penyelenggaara pendidikan sekolah yang tidak memenuhi standar/mengalami kerusakan khusus ruang kelas tahun 2000-2004 meningkat dari 640.660 menjadi 739.741 ruang kelas (fusliyanto.wordpress.com).
Permendiknas No. 24 tahun 2007 masih meninggalkan permasalahan yang belum bisa terselesaikan, permen itu sendiri meninggalkan permasalahan pada pasal 1 dikatakan bahwa Permendiknas tersebut merupakan kriteria minimum sarana prasarana padahal untuk mencapai standar tersebut sangat sulit. Pada pasal 2 sangat lemah karna menunjukkan ketidak siapan pemerintah untuk memenuhi standar minimum yang diterapkan yang terkesan lepas tanggungjawab disamping pasal 2 tersebut justru memperkuat Diskriminasi antara daerah terpencil dengan tidak terpencil.

B.     Permasalahan
Dari paparan di atas Permendiknas No. 24 tahun 2007 tentang standar minimum sarana dan prasarana masih menimbulkan masalah-masalah:
1.      Permendiknas tersebut masih belum dijadikan acuan dalam penyelenggaraan Pendidikan di tingkat sekolah Dasar SD/MI, SMP/MTs serta SMA/MA.
2.      Permendiknas itu sendiri sangat berat untuk dipenuhi oleh penyelenggara pendidikan dengan partisipasi masyarakat sepeti yang tercantum pada lembar lampiran pasal 1.
3.      Adanya diskriminasi antar daerah terpencil dan bukan terpencil (pasal 2)
4.      Pemerintah terkesan tidak ingin menanggung seluruh beban biaya pendidikan,  padahal pendidikan adalah kewajiban pemerintah untuk mengadakannya dan hak setiap warga negara Indonesia untuk memperoleh pendidikan.
Dari survei yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional pada tahun 2004, dari 159.132 SD/MI, hanya 30,78% sekolah yang memiliki perpustakaan. Di samping itu, kondisi prasarana penunjang yang ada pun cukup banyak yang telah rusak. Ruang laboratorium pada jenjang SMP/MTs yang mengalami kerusakan ringan dan berat berkisar 8,4% untuk laboratorium komputer dan 22,3% untuk laboratorium IPS. Sementara itu, ruang laboratorium jenjang SMA/MA sekitar 30%. Dan pada tahun 2010 di Aceh Barat dari 27  sekolah SMA yang ada terdapat kekurangan Lab. Fisika 16 ruang, Lab. Biologi 17 ruang, lab. Kimia 10 ruang, Lab. Bahasa 23 ruang, dan Lab. Komputer 14 Ruang. Sejalan dengan Penelitian yang dilakukan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) tahun 2010 di Bandung menyimpulkan: a) Masih cukup banyak sekolah yang tidak memiliki lapangan yang memadai untuk kegiatan olahraga atau upacara bendera, dan Taman sekolah. B) Masih ada sekolah tidak memiliki ruang kepala sekolah, guru, UKS, Mushola, laboratorium. c) Kebisingan  belum bisa teratasi. d) Masih ada sekolah belum memenuhi standar luas bangunan dan luas lahan. e).Masih ada Sekolah tidak memelihara bangunan secara berkala.
Dengan kondisi itu apa yang diharapkan hasil akhir (ends) dari kebijakan tidak akan mencapai tujuan (goal) dan sasaran (objectives) yang kurang tepat.Oleh karena itu pengambil kebijakan Pemerintah Pusat/Daerah, Kemendiknas, DPR RI harus cepat mengambil tindakan terkait dengan terbitnya Permendiknas tersebut. Masyarakat sebagai objek pendidikan harus menjalankan fungsi kontrol atas terbitnya permendiknas No. 24 tahun 2007. 
Pada Strategic Action Programs (Key Development Milestones) direncanakan permasalahan sarana prasarana sebahagian besar diselesaikan pada tahun 2009 sesuai dengan programya seperti, perpustakaan, laboratorium, dan lain-lain. Tujuan dan terget tersebut belum dapat dicapai hingga kini akibat pemerintah setengah hati menjalankan tanggung jawab terhadap pendidikan.

Permendiknas tersebut belum efektif terlaksana mengingat, belum dijadikannya sebagai acuan dalam penyelenggaraan pendidikan bahkan permen tersebut belum menjadi acuan dalam akredetasi sekolah. Ada sekolah belum memenuhi kriteria minimal sarana prasarana tetapi mendapat akreditasi A. Permendiknas tersebut dikatakan efektif bila menjadi acuan/dipatuhi dalam penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan serta dinas pendidikan melakukan fungsi pengawasan yang ketat terhadap pelaksanaan permendiknas tersebut. Disamping itu hingga saat ini belum dapat diketahui secara terperinci setiap item  berapa jumlah sekolah yang tidak memenuhi standar sesuai lembar lampiran keputusan Permendiknas No.24 tahun 2007, Padahal Instrumen standar sarana dan prasarana berupa supervisi, monitoring, dan evaluasi telah dikeluarkan. Solusi dalam hal ini adalah keseriusan dari pemerintah (Pusat, Kementrian Pendidikan, DPR, Pemda,  Dinas Pendidikan Kab/Kota) dan Masyarakat dalam mendukung permendiknas tersebut. Bahkan pemerintah telah meletakkan beberapa landasan hukum untuk permendiknas tersebut antara lain: Pertama, UU No. 20/2003 tentang sistem pendidikan Nasional  BAB IX pasal 35 memuat tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Diatur lebih lanjut dalam PP 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dalam BAB VII tentang standar sarana prasarana. Pada pasal 24 ayat (1) menjelaskan tentang sarana sekolah dan ayat (2) menjelaskan tentang prasarana sekolah. PP ini diatur dalam Permendiknas No. 24 tahun 2007 tentang standar sarana prasarana SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA. Kedua, adanya Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 17 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah. Ketiga, adanya Permen Pekerjaan Umum No. 24/PRT/M/2008 tentang Pedoman Pemeliharaan Dan Perawatan Gedung. Semua kebijakan terkait menuntut pemangku kepentingan untuk bertindak efesien dan efektif dalam pengelolaan, pemeliharaan, dan perawatan sarana prasarana sekolah. Keempat, UU nomor 25/2009 tentang Pelayanan Publik dan PP No. 6/2006 tentang pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah serta Permendagri No. 17/2007 tentang Pedoman teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah
Sampai tahun 2012 pelayanan pendidikan belum dapat sepenuhnya disediakan dan dijangkau oleh seluruh warga negara. Selain karena fasilitas pendidikan belum mampu disediakan di seluruh pelosok tanah air, termasuk di daerah terpencil dan kepulauan, biaya pendidikan juga dinilai makin mahal. Data Susus  tahun 2003 menunjukkan bahwa sekitar 75 persen dari penduduk usia sepuluh tahun ke atas yang putus sekolah kerena ketidak mampuan ekonomi. Sekolah yang baik jika sarana dan prasarananya layak dipakai ketika proses pendidikan berlangsung. Karena sarana dan prasarana pada dasarnya menjadi faktor pendukung utama yang memungkinkan seluruh rencana organisasi sekolah dapat dilaksanakan.

C.    Alternatif Kebijakan
Alternatif 1, Permendiknas No. 24  tahun 2007 tersebut Perlu direvisi mengingat: 1. terlalu berat beban yang diterima oleh masyarakat dalam mendukung penyelenggaraan pendidikan, dan harus ada pasal tambahan mengenai tahapan pemenuhan standar minimal sarana prasarana. 2. Adanya diskriminasi terhadap daerah tertinggal, padahal sudah menjadi kewajiban pemerintah menjamin setiap warga negara Indonesi berhak mendapat pendidikan.
Alternatif 2, Pemerintah tegas menjalankan Permendiknas terrsebut dan siap menanggung seluruh ketersediaan sarana dan prasarana sekolah yang belum memenuhi standar minimal sarana dan standar minimal prasarana.
Alternatif 3, Dengan terbitnya Permendiknas No. 24 tahun 2007, dituntut setiap satuan pendidikan untuk Membuat rencana starategis agar dapat memenuhi standar minimal sarana dan standar minimal prasarana yang ditetapkan dan dalam 1 tahun pemerintah dalam hal ini Kementrian Pendidikan Nasional membuat anggaran kebutuhan untuk diajukan pada RAPBN.
Alternatif 4, Membagi secara tegas kewajiban pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah terhadap pendidikan misalnya Pendidikan Dasar sampai dengan SLTP mutlak menjadi tangung jawab Pemda Tk I dan untuk jenjang SLTA menjadi tanggung jawab Pemerintah pusat dalam pendanaannya.

ANALISIS ALTERNATIF
Alternatif 1. Keunggulannya, dengan pertimbangan azas keadilan tanpa diskriminasi terhadap seluruh daerah dan rakyat Indonesia dengan merevisi kebijakan standar minimal Sarana dan standar minimal prasarana; menuntut ketegasan pemerintah dalam pengadaan sarpras satuan pendidikan. Kelemahan, Memerlukan waktu yang panjang karena harus ada persetujuan DPR, memerlukan biaya besar; terjadi stutus quo, sulit tercapai perubahan yang signifikan, wibawa Kemendiknas dan DPR turun.
Alternatif 2. Keunggulan,  Tidak terjadi diskriminasi; lebih cepat teratasi permasalahan sarpras pendidikan; kepercayaan terhadap pemerintah tinggi;Pemerataan pendidikan; meringankan beban masyarakat; meningkatnya jumlah lulusan usia sekolah.  Kelemahan, biaya mahal; memungkinkan kepedulian masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan akan menurun.
Alternatif 3. Keunggulan, Keatifitas warga sekolah; peluang terbuka luas untuk bersaing; kedewasaan dalam perencanaan. Kelemahan, sekolah SDM rendah akan tertinggal; ketidak merataan pengadaan sarpras; kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN), status quo, tidak diketahui kapan akan terpenuhi standar minimal sarpras.
Alternatif 4, Keunggulan, tegas pembagian wewenang pendidikan; terwakilinya keunggulan daerah; beban rakyat menjadi ringan terutama rakyat miskin. kelemahan, Ketidak merataan Pendidikan antara wilayah kaya dan wilayah yang minim PAD; meninggatnya ego kedaerahan di bidang pendidikan; perpecahan;

D.    Rekomendasi Kebijakan
Kebijakan yang direkomendasikan adalah alternatif 2, yakni pemerintah harus Tegas terhadap pelaksanaan Permendiknas tersebut dan siap menaggulangi dan membiayai seluruh beban standar minimal sarpras. Ini sesuai dengan amant UUD 1945  Bahwa UUD’45: ”Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa”. UU Nomor 17 Tahun  2007 tentang RPJP Nasional 2005 – 2025, dengan tegas mengamanatkan perlunya penyediaan pelayanan pendidikan yang berkualitas untuk meningkatkan jumlah proporsi penduduk yang menyelesaikan pendidikan dasar sampai ke jenjang pendidikan tinggi. UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 11 Ayat (2), menyatakan bahwa  Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia 7  sampai dengan 15 Tahun”, dan pasal 34 ayat (2), menyatakan bahwa ”pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya”.
Startegi Implementasi
1.      Memberlakukan secara tegas permendiknas No 24 tahun 2007, dengan menjadikannya sebagai acuan Pendirian Sekolah Baru, Status sekolah, dan akreditasi sekolah.
2.      Penambahan anggaran biaya khusus untuk sarana prasarana sekolah, tidak tertutup kemungkinan bagi masyarakat yang empunyai keinginan turut berpatisipasi membantu pemerintah dalam mengatasi permasalahan sarana dan prasarana pendidikan berupa role sharing dan dapat juga secara total sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3.      Pendataan Sekolah yang belum sesuai dengan standar minimal Sarana dan prasarana untuk seluruh sekolah tanpa melihat daerah tertinggal atau tidak
4.      Sistem penggadaan terpusat ditiap wilayah Provinsi dibawah pengawasan unsur terkait pemerintah, penegak hukum, dan masyarakat.
5.      Pengadaan dilakukan secara bertahap berdasarkan Keadilan dan pemerataan pemenuhan standar minimal dalam kurun waktu 4 tahun
6.      Pemeliharaan dan perawatan serta pelaporan (digital report) dilakukan secara berkala dan ditindaklanjuti setiap bulan
7.      Diberlakukan sistem reward bagi yang berprestasi and funishment terhadap pelanggaran dan penyelewengan yang terjadi
8.      Disamping itu pemerintah juga harus tegas melakukan fungsi Monitoring dan evalauasi yang dilaksanakan oleh team dari pusat, provinsi, dan kab/kota yang dilakukan secara terprogram setiap 3 bulan dan terpisah (tidak terpadu), denan instrumen digital ketiganya dibandingkan.
Pada Alternatif 1 yang direkomendasikan ini juga menunjukkan tanggung jawab pemerintah secara utuh/pehuh terhadap pendidikan dan peningkatan IPM nasional. Secara bertahap dalam jangka waktu 4 tahun kedepan permasalahan pendidikan tidak lagi berada pada posisi pemerataan, sarana prasarana tetapi telah berhadapan dengan persaingan global dan sejajar dengan pendidikan di negara-nerara maju.

Dengan menerapkan alternatif 1 artinya Indonesia telah memenuhi komitmen global untuk memenuhi sasaran-sasaran Millenium Development Goals (MDG’s), Education For All (EFA), dan Education for sustainablel development (EfSD).


Daftar Bacaan
Dunn, William N.2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Edisi Kedua. Gajah Mada University Press
Hilman, Mahman, 2010. Penelitian Evaluasi Pemenuhan Minimal Sarana dan Prasarana Pendidikan Dasar di kota bandung. UPI
Http://fusliyanto.wordpress.com. Sarana dan Prasarana Pendidikan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 tanggal 28 Juni 2007 Standard Sarana  dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas (SMA/MA)
Tim Bappenas. 2004. Program Kebijakan Depdiknas. http://www.bappenas.go.id/