Kamis, 11 April 2013

KONTRIBUSI OCB PADA TENAGA KEPENDIDIKAN

KONTRIBUSI OCB PADA TENAGA KEPENDIDIKAN OLEH DRA RAISAH SURBAKTI,MPD OCB sebagai prilaku yang mampu meningkatkan kwalitas pendidikan, sehingga mampu mencapai peningkatkan kemampuan akademik, profesionalitas dan mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa serta mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Hal ini harus dibarengi dengan peningkatan mutu tenaga pendidik dan tenaga kependidikan sesuai UU No.20 Tahun 2003 (Sisdiknas, pasal 3). Penelitian tentang OCB di Indonesia tampaknya belum serius dilakukan, padahal topik ini sudah banyak dibicarakan dalam pembahasan terkait penanaman karakter, rasa nasionalisme dan perilaku organisasi yang digalakkan akhir-akhir ini, bahkan telah menjadi salah satu variabel dependen utama dalam penelitian perilaku organisasi (Robbins, 2001). Alasan di atas mendasari penelitian OCB ini. Selain itu, penelitian OCB sangat penting dilakukan di Indonesia karena akhir-akhir ini banyak organisasi di Indonesia menerapkan sistem tim kerja untuk mencapai visi organisasi dalam hal ini tenaga kependidikan agar mampu meningkatkan kwalitas pendidikan. Mark, et al (2002), meneliti tentang “Organizational Citizenship Behavior and Social Capital in Organization” menemukan bahwa OCB memiliki hubungan positif dengan kinerja organisasi. Dihasilkan pula bahwa OCB adalah penting karena membantu membangun social capital yang pada akhirnya memfasilitasi kinerja organisasi. Organization citizenshi behavior atau OCB merupakan prilaku yang perlu dikembangkan dan ditingkatkan, untuk dapat meningkatkan OCB karyawan maka sangat penting bagi organisasi untuk mengetahui apa yang menyebabkan timbulnya atau meningkatnya OCB. Menurut Siders et.al. (2001) meningkatnya perilaku OCB dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri karyawan (internal) seperti moral, rasa puas, sikap positif, dsb sedangkan faktor yang berasal dari luar karyawan (eksternal) seperti sistem manajemen, sistem kepeminpinan, budaya perusahaan. Prilaku OCB dapat dipengaruhi dari internal dan eksternal, peneliti menduga faktor internal yang mempengaruhi OCB adalah komitmen pada organisasi dan kepribadian, sementara faktor eksternal OCB adalah motivasi dan lingkungan kerja. Peneliti berpendapat bahwa kedua faktor tersebut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap OCB karyawan. Beberapa faktor yang diduga mempengaruhi OCB: Komitmen organisasi, kepribadian, motivasi dan lingkungan kerja. 1. Komitmen Organisasi Menurut Robbins dan Coulter (2006), komitmen organisasi dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak pada tujuan-tujuan suatu organisasi tertentu dan berharap untuk dapat memelihara keanggotaan dalam organisasi tersebut. Menurut Stevens et al. (dalam Morris, 2004) konsep komitmen organisasi dapat dibedakan menjadi dua kategori yaitu pendekatan pertukaran dan pendekatan psikologi. Pendekatan pertukaran memiliki beberapa kelemahan yaitu pengukuran komitmen karyawan diukur dari keinginannya untuk meninggalkan perusahaan dan bekerja pada perusahaan lainnya. Kelemahan kedua yaitu pendekatan transaksi ini kurangnya dasar bukti-bukti empirik karena selama ini penelitian lebih difokuskan pada pencarian anteseden variabel ini. Pendekatan psikologi dikonsepkan perrtama kali oleh Porter dan Smith. Menurut Porter dan Smith, komitmen adalah orientasi aktif dan positif terhadap organisasi. Berdasarkan pendapat ini komitmen meliputi 3 komponen orientasi yaitu identifikasi tujuan dan nilai-nilai organsasi, keterlibatan yang tinggi dalam lingkungan kerja dan kesetiaan pada organisasi. Meyer and Allen, dalam (Luthans, 2006) membagi komitmen menjadi tiga kelompok yaitu :1. Komitmen afektif. Komitmen afektif mengacu pada emosi yang melekat pada dairi karyawan untuk mengidentifikasi dan melibatkan dirinya dengan organisasi. Karyawan dengan komitmen afektif yang kuat cenderung secara terus menerus akan setia pada organisasi karena memang begitu keinginan mereka yang sebenarnya ada dalam hati mereka. 2 Komitmen normative. Komitmen normatif mengacu pada refleksi perasaannya akan kewajibannya untuk menjadi karyawan perusahaan. Karyawan dengan komitmen normatif yang tinggi merasa bahwa mereka memang seharusnya tetap bekerja pada organisasi tempat mereka bekerja sekarang. 3. Komitmen berkelanjutan. Komitmen yang berkelanjutan mengacu kepada kesadaran karyawan yang berkaitan dengan akibat meninggalkan organisasi. Pengaruh yang signifikan dari komitmen organisasi terhadap OCB sejalan dengan hasil penelitian Scholl (1981) dan Schappe (1998) yang menemukan bahwa komitmen organisasi merupakan prediktor OCB yang lebih signifikan dibandingkan kepuasan kerja. Debora dan Purba (2004) tentang “Pengaruh Komitmen Organisasi Terhadap Organizational Citizenship Behavior” menunjukkan bahwa komponen organisasi yang berpengaruh terhadap OCB adalah komitmen afektif dan komitmen berkelangsungan. Sedangkan komitmen normatif tidak memiliki hubungan dengan OCB. Kathryn Sunarko (2010) hasil penelitian dalam jurnalnya, komitmen Organisasi secara simultan berkontribusi signifikan terhadap Organizational Citizenship Behaviour sebesar 89,7% dan sisanya 10,3% dipengaruhi oleh faktor lain di luar penelitian. Penelitian lain pengaruh yang signifikan dari komitmen organisasi terhadap OCB. Komitmen organisasi (O’Reilly and Chatman, 1986; Eisenberger et al., 1990; Organ, 1990; Truckenbrodt, 2000). 2. Kepribadian Kepribadian adalah sebuah karakteristik di dalam diri individu yang relatif menetap, bertahan, yang mempengaruhi penyesuaian diri individu terhadap lingkungan. Stephen P Robbins (2008) mengartikan kepribadian sebagai suatu konsep yang dinamis yang mendeskripsikan pertumbuhan dan perkembangan seluruh sistem psikologi. Kepribadian karyawan ini akan menjadi sangat penting diketahui karena kepribadian karyawan akan mempengaruhi prilaku-prilaku karyawan tersebut. Kepribadian mempengaruhi OCB, Kepribadian (misalnya kesadaran dan keramahan), kemampuan, pengalaman, pelatihan, pengetahuan, ketidak pedulian dengan penghargaan, dan kebutuhan untuk otonomi (Podsakoff et al., 2000), Kepribadian juga diharapkan menjadi prediktor pada kinerja karyawan pada situasi dimana harapan manajemen agar karyawan menampilkan kinerja tersebut tidak terdefinisi dengan jelas, seperti pada perilaku-perilaku OCB. Di samping itu, karena karakteristik bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai kebersamaan dan tolong-menolong (Koentjaraningrat dalam Adriansyah, 2003) Debora dan Purba (2004) tentang “Pengaruh Kepribadian Terhadap Organizational Citizenship Behavior”. Selain itu juga hasil penelitian terdahulu selalu mengindikasikan adanya hubungan antara kepribadian dengan OCB, (Smith et al., 1983; Van Dyne et al., 1994; Organ and Lingl, 1995; Holmes et al., 2002).Disisi lain kepribadian dapat juga mempengaruhi motivasi. Kepribadian sebagai sebagai sifat bawaan, kepribadian ini merupakan sifat bawaan, namun juga dipengaruhi lingkungan, termasuk dalam lingkungan adanya motivasi, dimana motivasi sebagai pendorong untuk melakukan yang terbaik pada organisasinya. Stephen P Robbins – Timothy A Judge (2008) kepribadian seseorang faktor keturunan dan lingkungan . Model Colquitt- LetPine-Weson (2009) menggambarkan adanya pengaruh kepribadian (personality) terhadap motivasi. Motivasi ini juga dapat mempengaruhi prilaku OCB. 3. Motivasi Stephen P Robbins (2008) mengemukakan bahwa motivasi adalah keinginan untuk melakukan sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan-tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi suatu kebutuhan individual. Siagian (2002) mengemukakan bahwa dalam kehidupan berorganisasi, termasuk kehidupan berkarya dalam organisasi bisnis, aspek motivasi kerja mutlak mendapat perhatian serius dari para manajer. Karena 4 (empat) pertimbangan utama yaitu: (1) Filsafat hidup manusia berkisar pada prinsip “quit proquo”, yang dalam bahasa awam dicerminkan oleh pepatah yang mengatakan “ada ubi ada talas, ada budi ada balas”, (2) Dinamika kebutuhan manusia sangat kompleks dan tidak hanya bersifat materi, akan tetapi juga bersifat psikologis, (3) Tidak ada titik jenuh dalam pemuasan kebutuhan manusia, (4) Perbedaan karakteristik individu dalam organisasi atau perusahaan, mengakibatkan tidak adanya satupun teknik motivasi yang sama efektifnya untuk semua orang dalam organisasi juga untuk seseorang pada waktu dan kondisi yang berbeda-beda. Motivasi diduga mempengaruhi OCB. Hasil penelitian terdahulu selalu mengindikasikan adanya hubungan antara motivasi dengan OCB (Folger, 1993). Selain motivasi yang mempengaruhi prilaku OCB, juga lingkungan kerja mempengaruhi prilaku OCB seseorang 4. Lingkungan Kerja Lingkungan kerja fisik adalah segala sesuatu yang fisik di sekitar para pekerja dan dapat memepengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankanya (Nitisemito, 1996). Sedangkan menurut (Marbun, 2003) Lingkungan kerja adalah semua faktor fisik, psikologis, sosial jaringan dan hubungan yang berlaku dalam organisasi dan terpengaruh terhadap karyawan. Lingkungan kerja mempengaruhi OCB, dalam hal ini Ahyari (1999) mengemukakan bahwa lingkungan kerja dalam perusahaan mempunyai pengaruh terhadap semangat dan kegairahan kerja dalam melaksanakan tugas. Sebaliknya lingkungan kerja yang kurang baik akan menyebabkan semangat dan kegairahan kerja menurun. Berdasarkan hasil penelitian, Rini (2010) kondisi lingkunan kerja fisik dari CV. Karya Mina Putra Rembang dalam kondisi yang baik sehingga dapat menunjang aktivitas kartawan. Kondisi seperti penerangan, warna pengecatan, keamanan lokasi dan ketenangan lokasi dapat diperoleh pada perusahaan meskipun masalah kebersihan masih belum baik. Hal ini menjelaskan bahwa lingkungan kerja fisik memegang cukup peranan penting dalam organisasi, karena secara tidak langsung dapat mempengaruhi keberhasilan suatu proses memperoleh output yang dilakukan secara bersama. Adanya lingkungan kerja fisik yang baik akan memuaskan bagi karyawan dan menjadi dasar pada peningkatan efektivitas dalam pekerjaan. Gibson dan Ivanevich (1997), menyatakan bahwa ”persepsi terhadap lingkungan kerja merupakan serangkaian hal dari lingkungan yang dipersepsikan oleh orang-orang yang bekerja dalam lingkungan organisasi dan mempunyai peranan yang besar dalam mempengaruhi tingkah laku karyawan”.Lingkungan kerja dalam suatu organisasi dalam hal ini sekolah sangat penting untuk perhatian manajemen. Meskipun lingkungan kerja tidak melaksanakan proses hasil dalam suatu sekolah, namun lingkungan kerja mempunyai pengaruh langsung terhadap para karyawan yang melaksanakan proses hasil tersebut. Lingkungan kerja yang memusatkan bagi karyawannya dapat meningkatkan kinerja. Sebaliknya lingkungan kerja yang tidak memadai akan dapat menurunkan kinerja. Sebaliknya lingkungan kerja yang tidak memadai akan dapat menurunkan kinerja dan akhirnya menurunkan motivasi kerja karyawan. Hasil penelitian terdahulu selalu mengindikasikan adanya hubungan antara lingkungan kerja dengan OCB. Seperti yang dinyatakan oleh Podsahasff dan McKenzie dalam Elfina (2003) bahwa OCB dapat memberikan manfaat pada organisasi dalam hal meningkatkan kemampuan organisasi dalam beradaptasi dengan perubahan lingkungan kerja. Lingkungan kerja yang menyenangkan akan mempengaruhi motivasi kerja tenaga kependidikan. Hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara lingkungan kerja terhadap Motivasi dapat terbukti. Hasil ini sekaligus mendukung dan membuktikan teori dan hasil penelitian yang dikemukakan oleh Gibson (1996), Holahan (1982), McCornik (dalam Mangkunegara, 2002), Fisher (2002). Penelitian yang dilakukan Lam, et al (2000) menjelaskan bahwa lingkungan kerja berpengaruh terhadap motivasi karyawan. Peningkatan dan pengembangan lingkungan kerja yang meliputi pengembangan fisik tempat kerja, pengembangan skill dan manajemen mempunyai hubungan yang signifikan terhadap motivasi kerja karyawan. Foster (1999) dalam penelitiannya juga mengungkapkan bahwa dengan menciptakan lingkungan kerja yang baik para karyawan akan termotivasi untuk melakukan pekerjaan yang sebaik-baiknya. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk menjelaskan bahwa pola hubungan antara variabel lingkungan kerja terhadap motivasi menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan. Lingkungan kerja dirancang oleh manajemen dapat mendorong karyawan untuk memberikan kontribusi positif bagi perusahaan dimana karyawan bekerja.Setelah para karyawan termotivasi, para karyawan akan memiliki komitmen dalam kerjanya. Model Colquitt- LetPine-Weson (2009) menggambarkan adanya pengaruh motivasi terhadap komitmen organisasi. Motivasi sebagai keinginan untuk melakukan sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan-tujuan organisasi, sehingga komitmen karyawan untuk mensukseskan organisasi akan tumbuh sesuai dengan yang diharapkan. Lebih lanjut, motivasi didefinisikan sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, mulai dari dorongan dalam diri (drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Dengan demikian, motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadikan sebab seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan, yang berlangsung secara sadar, dengan adanya motivasi sehingga terjadi orientasi aktif dan positif terhadap organisasi. Sekolah menengah atas adalah jenjang pendidikan menengah pada pendidikan formal di Indonesia setelah lulus Sekolah Menengah Pertama (atau sederajat). Sekolah menengah atas ditempuh dalam waktu 3 tahun. SMA diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001, pengelolaan SMA negeri di Indonesia berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional, kini menjadi tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten/kota. Sedangkan Departemen Pendidikan Nasional hanya berperan sebagai regulator dalam bidang standar nasional pendidikan. Secara struktural. Sekolah menengah atas telah ada yang telah menjurus pada kehidupan skill, yaitu sekolah menengah kejuruan pada sekolah menengah kejuruan di dalamnya ada program pengembangan diri dalam bentuk kegiatan konseling tentang kehidupan karir kejuruan, belajar, pribadi, dan sosial. SMK adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP/MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama/setara SMP/MTs. Pengertian lain SMK adalah sekolah yang dibangun atau didirikan untuk menciptakan lulusan agar siap kerja sesuai dengan minat dan bakatnya. Berdasarkan pengertian tersebut, jelas bahwa SMK memfokuskan pada suatu bidang studi keahlian atau program pendidikan tertentu yang disesuaiakan dengan kebutuhan lapangan pekerjaan. Madrasah Aliyah adalah suatu sekolah Islam modern, walau madrasah aliyah sebagai sekolah sekolah Islam, madrasah aliyah memiliki perspektif modern dan kurikulum madrasah aliyah mencampur di antara islam dan kurikulum nasional. Di kota Padangsidimpuan terdapat delapan SMA Negeri, dan dua SMK negeri, dan dua MAN, ke dua belas sekolah ini menampung beribu siswa dari berbagai kabupaten di sekitarnya. Kondisi para pegewai di sekolah menengah atas negeri di Kota Padangsidimpuan dalam menjalan tugas sebagai tenaga kependidikan masih belum maksimal, ditandai dengan ketuntasan tugas tugas administrasi masih sering tertunda, dalam melaksanakan kegiatan sering dilaksanakan instan tanpa perencanaan yang matang, di lihat dari ketepatan waktu dalam kehadiran masih belum tepat waktu, ini pertanda motivasi kerja dan disiplin para pegawai masih rendah, lingkungan kerja juga adanya kurang saling membantu untuk ketuntasan kecepatan menyelesaikan tugas. Tidak adanya keinginan meningkatkan kualitas kerja walau sudah telah mengikuti kegiatan pelatihan. Kondisi permasalah diatas tidak terlepas dari diri pegawai itu sendiri yakni kepribadiannya, motivasi, komitmen, dan prilaku untuk membantu mencapai ketutasan kinerja manajemen pendidikan untuk kelangsungan pendidikan sehingga menghasilkan out-put yang diinginkan. DAFTAR PUSTAKA Adriansyah, A. 2003. “Pengaruh kebudayaan suku bangsa terhadap hubungan antara perilaku pemimpin dengan kepuasan kerja bawahan: Kajian pada kelompok kebudayaan suku Jawa dan Minang.” Psikologi. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Ali Imron (2009), Prilaku Tenaga Administrasi Sekolah Dalam Pelayanan Publik di Tingkat Satuan Pendidikan, Universitas Negeri Malang; Jurnal Tenaga Kependidikan Vol. 4 Anan Sutisna (1987), Uji Kompetensi dan Program Sertivikasi Bagi Pendidik DanTenaga Kependidikan Di Luar Sekolah; JurnaL Ilmiah.Visi PTK PNF Vol 2- No.1 Andreas Budiharjo (2011). Organisasi : Menuju Pencapaian Kinerja Optimum. Jakarta : Prasetya Mulya Publishing Asep Mahpudz dkk (2009), Analisis Kebijakan Dan Kelayakan Mutu Tenaga Pendidik Dalam Rangka Meningkatkan Mutu Penyelenggaraan Pendidikan Dasar Di Provinsi Sulawesi Tengah. Sulteng, Bekerjasama dengan Balitbangda Prop. Sulteng dan Tim Peneliti Universitas Tadulako Palu1.Media Litbang Bateman, T.S. and Organ, D.W., 1983. Job satisfaction and the good soldier: the Relationship between affect and citizenship. Academy of Management Journal, 26, 587- 595. Colquitt- LetPine-Weson (2009) Prilaku Organisasi Buku 1Edisi 12. Salemba Empat, Jakarta. Depdiknas (2003), Undang Undang no 20 tahun2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional: Jakarta Depdiknas Enceng Mulyana ( ) Akselerasi Peningkatan Kompetensi Dan Tenaga Kependidikan Non Formal; JurnaL Ilmiah.Visi PTK PNF Vol 2- No.2 Eisenberger, R., Fasolo, P., & Davis-LaMastro, V. 1990. Perceived organizational support and employee diligence, commitment and innovation. Journal of Applied Psychology, 75: 51-59. Fisher, Cynthia D., Lile F Schoenfeld & James B. Shaw. 1993. Human Resource Management, Second Edition, Houghton Mifflin Company, Boston. Fu'adz Al-Gharuty,2009, Fungsi dan Peranan Tenaga Kependidikan Lainnya dalam Menunjang Kelancaran dan Keberhasilan Pembelajaran di Sekolah Gemmiti, M. (2007). The Relation Between Organizational Commitment, Organizational Identification and Organizational Citizenship Behavior. Seminar Paper. Jerman : National bibliografie Greenberg, J. & Baron Greenberg, J. & Baron, R.A. (2003). Behavior in Organization. Eight Edition. New Jersey: Pearson Education Inc Kathryn Sunarko (2010) Analisis Pengaruh Kepuasan Kerja dn Komitmen Organisasi Terhadap Organization Citizenship Behavior Serta Dampaknya Pada Retensi Karyawan Pada PT. KALAM MULIA ABADI; Binus University, Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia Konovsky, M. A., & Pugh, S. D. (1994). Citizenship behavior and social exchange. Academy of Management Journal, 37, 656- Konovsky, M.A., & D.W. Organ. 1995. “Disposisional and contextual determinants of organizational citizenship behaviour” In press, Journal of Organizational Behavior. Konovsky, M. A., & Organ, D. W. (1996). Dispositional and contextual determinants of organizational citizenship behavior. Journal of Organizational Behavior, 17, 253-266. Luthans, Fred (2006). Perilaku Organisasi Edisi 10. ANDI, Yogyakarta. Mangkunegara, Prabu A., 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit PT. Remaja Rosda Karya, Bandung. Marbun, 2003, “Kamus Manajemen”,Pustaka sinar harapan, Jakarta. Meyer, J.P., N.J. Allen., & C.A. Smith. 1993.“Commitment to organizational and occupations: Extension and test of a three-component conceptualization”, dalam Journal of Applied Psychology. 78, halaman: 538 – 551. Morris, J. H and Steers, R.M. (2004). Structural Influence on Organizational Commitment. Journal of Vocational Behavior, 17, 50 – 57 Nitisemito, 1996, “Manajemen Personalia”, Ghalia Indonesia, Jakarta. Organ, Dennis W., et.al. (2006) Organizational Citizenship Behavior. Its Nature, Antecendents, and Consequences. California: Sage Publications, Inc. Organ, D.W. 1988. Organizational Citizenship Behavior: The Good Soldier Syndrome. Lexinton book. Lexington,MA Podsakoff, P.M., MacKenzie, S.B., Paine, J.B. and Bachrach, D.G. (2000), “Organizational citizenship behaviors: a critical review of the theoretical and empirical literature and suggestions for future research”, Journal of Management, Vol. 26 No. 3, pp. 513-63. Purba, D.E. & Seniati, A.N.L. (2004). Pengaruh Kepribadian dan Komitmen Organisasi terhadap Organizational Citizenship Behavior. Makara, Sosial Humaniora, Vo. 8, No.3, Desember 2004. 105-111. Robbins, S.P. 2001. Organizational Behavior, (9th ed). New Jersey: Prentice- Hall.Robbinss Stephen P., 2002. Essentials of Organizational Behavior (Terjemahan), Edisi Kelima, Penerbit Erlangga, Jakarta. Robinns, Stephen P dan Timothy A.Judge. (2008). Perilaku Organisasi Buku 1Edisi 12. Salemba Empat, Jakarta. Rini .2010. Pengaruh Kepemimpinan, Motivasi dan Lingkungan Kerja Fisik Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Pada CV. Karya Mina Putra rembang Devisi Kayu) Scholl, R.W. 1981. “Differentiating organizational commitment from expectancy as a motivating force”, dalam Academy of Management Review. 6, halaman:589 – 599. Siagian Sondang P., 2002. Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja, Cetakan Pertama, PT.Rineka Cipta, Jakarta. Schappe, S.P. 1998. “The influence of job satisfaction, organizational commitment, and fairness perceptions on organizational citizenship behavior”, dalam Journal of Psychology. 132, halaman: 277 – 291. Steers, R.M., L.W. Porter. & G.A. Bigley. 1996.Motivation and leadership at work. New York: McGraw-Hill. Van Dyne, L., Cummings, L.L. and McLean Parks, J. (1995), “Extra-role behaviors: in pursuit of construct and definitional clarity”, Research in Organizational Behavior, Vol. 17 No. 1, pp. 215-85

Tidak ada komentar:

Posting Komentar