Pengembangan
Metode Mengajar Yang Efektif
Oleh
Raisah Surbakti,MPd
Mahasiswa
Program Doktor MP PASCA UNIMED
==============================================================
Sobat, ini sekedar kita mengingat kembali
Teori-teori substantif dalam dunia pendidikan so pasti yang berkenaan dengan teori-teori tentang
kegiatan belajar-mengajar formal
di lingkungan sekolah. Salah satu aspek dari kegiatan belajar-mengajar adalah metode mengajar. Para
teoretikus dan praktisi
pendidikan dari dulu hingga sekarang mencoba mengembangkan metode mengajar yang efektif.
Dengan demikian, berkembanglah berbagai teori substantif
tentang metode mengajar,diantaranya adalah
sebagai berikut:
a.
Metode
Ceramah,
metode ceramah ini
dari kaum Sophist
(Protagoras, Hippias, dan sebagainya),
yang digunakan untuk mengajar orang agar fasih berbicara, metode ceramah yang prosedurnya terdiri atas 3 tahap, yaitu: tahap pertarna, murid menghafal definisi-definisi,
klasifikasi-klasifikasi, dan aturan aturan yang terdapat dalam buku-buku pelajaran, tahap kedua, guru akan menganalisis
model-model untuk ditiru oleh seorang penceramah; dan tahap ketiga,
murid akan menggunakan aturan-aturan
dan meniru model dalam latihan demonstrasi dan komponen tentang tema-tema hipotesis.
b.
Metode
Dialektik, Metode
Dialektik ini dari Socrates, Metode
Dialektik yang digunakan untuk mengajar orang dalam memperoleh pengetahuan yang benar,
melalui tiga tahap, yang
terdiri atas: tahap pertama, opini, individu terus ditanya sehingga tidak dapat memberikan
alasan-alasan yang tepat
atas pengetahuan yang diduganya; tahap kedua, analitis, individu dibimbing untuk menyadari
bahwa ia tidak mengetahui apa yang ia sangka diketahui,
dan menyebabkan terjadinya kontradiksi dan
suatu keadaan mental dalam keraguan, dan tahap
ketiga, sintetis, individu
secara berangsur-angsur membentuk
pengetahuan yang benar.
c.
Scholastisisme sebagai sebuah metode mengajar, yang dipelopori oleh Abelard, yang di dalamnya
tercakup metode dialektik, metode ceramah, metode debat, dan metode observasi. Abelard dalam buku Sic et Non (Ya dan Tidak),
merumuskan sejumlah besar pertanyaan-pertanyaan
tentang trinitas, penebusan dosa, sakramen-sakramen dan topik-topik etika. Dalam satu kelompok ia memberikan jawaban-jawaban
"ya" dari pihak-pihak yang berwenang dan dalam kolom yang berlawanan tercantum jawaban-jawaban "tidak",
tanpa ada usaha mendamaikannya. Aturan-aturan untuk perdamaiannya diberikan dalam kata pengantar. Tujuan buku tersebut adalah
mendorong siswa untuk menyelidiki
kebenaran. Penyelidikan tersebut merupakan suatu cara mengajar. Cara menyelesaikan
kontradiksi-kontradiksi antara
jawaban-jawaban ya dan tidak tersebut merupakan metode dialektika Abelard. Inti metode mengajar Scholastisisme adalah metode ceramah.
d.
Metode
Pengamatan Alami atau Langsung terhadap Dunia dari Comenius, yang bertujuan mengajar semua orang tentang segala sesuatu yang tergelar di dunia, agar
berpengetahuan, bijak, dan saleh.
Pengindraan merupakan dasar metode mengajar karena segala sesuatu diketahui melalui pengindraan.
Agar mencapai tujuan pendidikan, pembelajaran
yang diberikan haruslah:
·
meyakinkan
dan cermat,
·
pasti
dan jelas, serta
·
mudah
dan menyenangkan.
Selanjutnya proses pendidikan atau
mengajar akan menjadi mudah
dan menyenangkan apabila mengikuti proses yang terjadi dalam alam. Hal itu terjadi apabila:
·
mulai
sedini mungkin, sebelum jiwa dirusak,
·
jiwa
dipersiapkan sebaik mungkin untuk menerima pendidikan,
·
berlangsung
dari umum ke khusus,
·
berlangsung dari mudah menuju
ke yang lebih sukar,
·
murid
tidak terbebani oleh banyaknya mata pelajaran,
·
kemajuan
secara berangsur-angsur,
·
intelek
dipaksa apapun, tapi berkembang sesuai dengan usia dan menggunakan metode yang baik,
·
segala sesuatu diajarkan
melalui medium pengindraan,
·
menggunakan
sesuatu yang diajarkan secara berkelanjutan, dan
·
segala
sesuatu diajarkan hanya dengan satu metode yang sama.
e.
Langkah-langkah
Formal Mengajar dari
Herbart, yang dipergunakan
untuk mengembangkan karakter dan moralitas sosial individu yang bebas, sempurna, berkemauan baik,
benar, dan bersih. Langkah-langkah formal tersebut mencakup:
· Persiapan
Sesuai dengan ajaran tentang minat dan
persepsi, anak harus
berada dalam kondisi mental siap menerima pengetahuan baru,
· Presentasi
Langkah ini semata-mata merupakan
pernyataan dan penjelasan tentang bahan yang diajarkan,
·
Asosiasi
Dalam langkah ini, bahan-bahan baru
dihubungkan dengan hal-hal
yang telah diketahui anak, dan pada waktu yang bersamaan ditunjukkan
kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan
antara bahan-bahan baru dengan lama,
·
Generalisasi
Dalam langkah ini dirumuskan aturan,
prinsip, atau definisi yang
bersumber dari fakta yang disajikan dalam langkah 3,
·. Aplikasi
Dalam langkah ini siswa diharapkan
menguji pemahamannya
tentang prinsip-prinsip umum yang telah dirumuskan dalam langkah generalisasi.
f. Metode Pemecahan Masalah dari
Dewey, yang mengartikan pendidikan
adalah hidup, pertumbuhan, suatu
rekonstruksi terus-menerus
dari pengalaman yang terakumulasi, dan suatu proses sosial. Ada pun langkah-langkahnya terdiri
atas:
· penyadaran masalah,
· perumusan masalah,
· pengumpulan data,
· penyusunan hipotesis, dan
· pembuktian.
Kilpatrick mengembangkan pikiran-pikiran Dewey
dalam bentuk Metode
Proyek. Istilah "Proyek" telah dipakai dalam bidang latihan kerja tangan pada awal 1920an, dan- menunjuk pada setiap masalah praktis yang melibatkan
penggundan fisik untuk menghasilkan suatu produk. Pada waktu kata proyek digunakan dalam bidang pertanian dan kerajinan
keluarga, Metode Proyek Kilpatrick tidak hanya sekadar sebuah teknik canggih, tetapi merupakan sebuah filsafat pendidikan yang
diterjemahkan dalam sebuah metode. Metode proyek sebagian berakar pada reaksi Kilpatrick terhadap tidak dipergunakannya metode pemecahan
masalah oleh banyak guru,
yang asyik menggunakan cara-cara konvensional. Metode proyek yang diusulkan mencoba memadukan tiga unsur
dalam satu kesatuan konsep. Ketiga unsur tersebut, yakni (1) partisipasi sosial
siswa dalam situasi
belajar, (2) penggunaan penuh prinsip-prinsip psikologi tentang belajar (tiga hukum belajar
dari Thorndike), dan (3) masuknya unsur etika dan rasa
tanggung jawab. Kilpatrick membagi
"proyek" menjadi empat kelompok, yaitu:
Tipe 1 Proyek konstruksi atau kreatif: tujuannya mewujudkan suatu gagasan atau rencana bentuk lahiriah, seperti membangun sebuah perahu, mengarang cerita, menggelar permainan.
Tipe 2 Proyek apresiasi atau hiburan: tujuannya menikmati pengalaman estetis, seperti mendengarkan cerita, mendengarkan simponi, menikmati lukisan.
Tipe 3 Proyek masalah: tujuannya memecahkan suatu kesulitan intelektual, seperti mengapa
embun jatuh pada
waktu-waktu tertentu, mengapa New York mempunyai pertumbuhan lebih cepat daripada Philadelphia.
Tipe 4 Proyek latihan dan belajar khusus: tujuannya
memperoleh peningkatan keterampilan dan
pengetahuan, seperti: belajar menulis
halus, memperbaiki peringkat.
000000000000000000========================00000000000000==============================000000000000000000000000000============0000000000000000