Kamis, 16 Agustus 2012

Pengembangan Metode Mengajar


Pengembangan Metode Mengajar Yang Efektif
Oleh Raisah Surbakti,MPd
Mahasiswa Program Doktor MP PASCA UNIMED
==============================================================
Sobat, ini sekedar kita mengingat kembali
Teori-teori substantif dalam dunia pendidikan so pasti yang berkenaan dengan teori-teori tentang kegiatan belajar-mengajar formal di lingkungan sekolah. Salah satu aspek dari kegiatan belajar-mengajar adalah metode mengajar. Para teoretikus dan praktisi pendidikan dari dulu hingga sekarang mencoba mengem­bangkan metode mengajar yang efektif.
Dengan demikian, berkem­banglah berbagai teori substantif tentang metode mengajar,diantaranya adalah sebagai berikut:
a.               Metode Ceramah, metode ceramah ini dari kaum Sophist (Protagoras, Hippias, dan sebagainya), yang digunakan untuk mengajar orang agar fasih berbicara, metode ceramah yang prosedurnya terdiri atas 3 tahap, yaitu: tahap pertarna, murid menghafal definisi-definisi, klasifikasi-klasifikasi, dan aturan ­aturan yang terdapat dalam buku-buku pelajaran, tahap kedua, guru akan menganalisis model-model untuk ditiru oleh seorang penceramah; dan tahap ketiga, murid akan menggunakan aturan-aturan dan meniru model dalam latihan demonstrasi dan komponen tentang tema-tema hipotesis.

b.               Metode Dialektik, Metode Dialektik ini  dari Socrates, Metode Dialektik yang digunakan untuk mengajar orang dalam memperoleh pengetahuan yang benar, melalui tiga tahap, yang terdiri atas: tahap pertama, opini, individu terus ditanya sehingga tidak dapat memberikan alasan-alasan yang tepat atas pengetahuan yang diduganya; tahap kedua, analitis, individu dibimbing untuk menyadari bahwa ia tidak mengetahui apa yang ia sangka diketahui, dan menyebabkan terjadinya kontradiksi dan suatu keadaan mental dalam keraguan, dan tahap ketiga, sintetis, individu secara berangsur-angsur mem­bentuk pengetahuan yang benar.
c.     Scholastisisme sebagai sebuah metode mengajar, yang dipelopori oleh Abelard, yang di dalamnya tercakup metode dialektik, metode ceramah, metode debat, dan metode observasi. Abelard dalam buku Sic et Non (Ya dan Tidak), merumuskan sejumlah besar pertanyaan-pertanyaan tentang trinitas, penebusan dosa, sakramen-sakramen dan topik-topik etika. Dalam satu kelompok ia memberikan jawaban-jawaban "ya" dari pihak-pihak yang berwenang dan dalam kolom yang berlawanan tercantum jawaban-jawaban "tidak", tanpa ada usaha mendamaikannya. Aturan-aturan untuk perdamaiannya diberikan dalam kata pengantar. Tujuan buku tersebut adalah mendorong siswa untuk menyelidiki kebenaran. Penyelidikan tersebut merupakan suatu cara mengajar. Cara menyelesaikan kontradiksi-kontradiksi antara jawaban-jawaban ya dan tidak tersebut merupakan me­tode dialektika Abelard. Inti metode mengajar Scholastisisme adalah metode ceramah.
d.    Metode Pengamatan Alami atau Langsung terhadap Dunia dari Comenius, yang bertujuan mengajar semua orang tentang segala sesuatu yang tergelar di dunia, agar berpengetahuan, bijak, dan saleh. Pengindraan merupakan dasar metode mengajar karena segala sesuatu diketahui melalui pengindraan. Agar mencapai tujuan pendidikan, pembelajaran yang diberikan haruslah:
·           meyakinkan dan cermat,
·           pasti dan jelas, serta
·           mudah dan menyenangkan.
Selanjutnya proses pendidikan atau mengajar akan menjadi mudah dan menyenangkan apabila mengikuti proses yang terjadi dalam alam. Hal itu terjadi apabila:
·        mulai sedini mungkin, sebelum jiwa dirusak,
·        jiwa dipersiapkan sebaik mungkin untuk menerima pen­didikan,
·        berlangsung dari umum ke khusus,
·        berlangsung dari mudah menuju ke yang lebih sukar,
·        murid tidak terbebani oleh banyaknya mata pelajaran,
·        kemajuan secara berangsur-angsur,
·        intelek dipaksa apapun, tapi berkembang sesuai dengan usia dan menggunakan metode yang baik,
·        segala sesuatu diajarkan melalui medium pengindraan,
·        menggunakan sesuatu yang diajarkan secara berkelanjutan, dan
·        segala sesuatu diajarkan hanya dengan satu metode yang sama.

e.       Langkah-langkah Formal Mengajar dari Herbart, yang dipergu­nakan untuk mengembangkan karakter dan moralitas sosial individu yang bebas, sempurna, berkemauan baik, benar, dan bersih. Langkah-langkah formal tersebut mencakup:
·    Persiapan
Sesuai dengan ajaran tentang minat dan persepsi, anak harus berada dalam kondisi mental siap menerima penge­tahuan baru,
·    Presentasi
Langkah ini semata-mata merupakan pernyataan dan pen­jelasan tentang bahan yang diajarkan,
·    Asosiasi
Dalam langkah ini, bahan-bahan baru dihubungkan dengan hal-hal yang telah diketahui anak, dan pada waktu yang bersamaan ditunjukkan kesamaan-kesamaan dan perbe­daan-perbedaan antara bahan-bahan baru dengan lama,
·    Generalisasi
Dalam langkah ini dirumuskan aturan, prinsip, atau definisi yang bersumber dari fakta yang disajikan dalam langkah 3,
·. Aplikasi
Dalam langkah ini siswa diharapkan menguji pemahaman­nya tentang prinsip-prinsip umum yang telah dirumuskan dalam langkah generalisasi.
f. Metode Pemecahan Masalah dari Dewey, yang mengartikan pendidikan adalah hidup, pertumbuhan, suatu rekonstruksi terus-menerus dari pengalaman yang terakumulasi, dan suatu proses sosial. Ada pun langkah-langkahnya terdiri atas:
·      penyadaran masalah,
·      perumusan masalah,
·      pengumpulan data,
·      penyusunan hipotesis, dan
·      pembuktian.
Kilpatrick mengembangkan pikiran-pikiran Dewey dalam bentuk Metode Proyek. Istilah "Proyek" telah dipakai dalam bidang latihan kerja tangan pada awal 1920an, dan- menunjuk pada setiap masalah praktis yang melibatkan penggundan fisik untuk mengha­silkan suatu produk. Pada waktu kata proyek digunakan dalam bidang pertanian dan kerajinan keluarga, Metode Proyek Kilpatrick tidak hanya sekadar sebuah teknik canggih, tetapi merupakan se­buah filsafat pendidikan yang diterjemahkan dalam sebuah metode. Metode proyek sebagian berakar pada reaksi Kilpatrick terhadap tidak dipergunakannya metode pemecahan masalah oleh banyak guru, yang asyik menggunakan cara-cara konvensional. Metode proyek yang diusulkan mencoba memadukan tiga unsur dalam satu kesatuan konsep. Ketiga unsur tersebut, yakni (1) partisipasi sosial siswa dalam situasi belajar, (2) penggunaan penuh prinsip-prinsip psikologi tentang belajar (tiga hukum belajar dari Thorndike), dan (3) masuknya unsur etika dan rasa tanggung jawab. Kilpatrick membagi "proyek" menjadi empat kelompok, yaitu:
Tipe 1 Proyek konstruksi atau kreatif: tujuannya mewujudkan suatu gagasan atau rencana bentuk lahiriah, seperti membangun sebuah perahu, mengarang cerita, menggelar permainan.
Tipe 2 Proyek apresiasi atau hiburan: tujuannya menikmati pengalaman estetis, seperti mendengarkan cerita, mendengarkan simponi, menikmati lukisan.
Tipe 3 Proyek masalah: tujuannya memecahkan suatu kesulitan intelektual, seperti mengapa embun jatuh pada waktu-waktu tertentu, mengapa New York mempunyai pertumbuhan lebih cepat daripada Phila­delphia.
Tipe 4 Proyek latihan dan belajar khusus: tujuannya mem­peroleh peningkatan keterampilan dan pengetahuan, seperti: belajar menulis halus, memperbaiki pe­ringkat.
000000000000000000========================00000000000000==============================000000000000000000000000000============0000000000000000

Tidak ada komentar:

Posting Komentar