Analisis Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007
Tanggal 28 Juni 2007
Standard Sarana dan Prasarana untuk
Sekolah Dasar/
Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI),
Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah
Atas (SMA/MA)
Oleh:
Raisah Surbakti
Program Doktor Manajemen Pendidikan
UNIMED
A.
Latar
Belakang
Pada hakikatnya pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk
pembangunan termasuk membangun
budaya dan peradaban bangsa. Karena itu, UUD 1945 secara tegas mengamanatkan bahwa setiap warga negara
berhak mendapatkan pendidikan. Biaya pendidikan yang tinggi sangat dirasakan berat, sehingga menjadi beban masyarakat tidak mampu
untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang SMP/MTs maupun yang lebih tinggi. disamping terbatasnya
anggaran Pendidikan yang dialokasikan dalam APBN, APBD Propinsi/Kab/kota serta
Sekolah. Terbatasnya sarana dan prasarana dan tingginya tingkat kerusakan dan pendidikan
menjadi penghambat kemajuan Bangsa. Peran sarana prasarana pendidikan sangat
penting dalam memperlancar pelaksanaan proses pembelajaran di sekolah.
Tahun 2003/2004 57,2% gedung SD/MI dan 27,3% gedung SMP/MTs
mengalami kerusakan, baik rusak berat maupun rusak ringan. Gedung SD/MI yang
dibangun secara besar-besaran pada saat dimulainya Program Inpres SD tahun
1970-an dan program wajib belajar enam tahun pada tahun 1980-an sudah banyak
yang rusak berat yang diperburuk dengan
terbatasnya biaya perawatan dan perbaikan. Pada saat yang sama, sebagian besar
sekolah belum memiliki prasarana penunjang mutu pendidikan seperti perpustakaan
dan laboratorium. Dari survei yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan
Nasional pada tahun 2004, dari 159.132 SD/MI, hanya 30,78% sekolah yang
memiliki perpustakaan. Di samping itu, kondisi prasarana penunjang yang ada pun
banyak yang rusak. Ruang laboratorium pada jenjang SMP/MTs yang mengalami
kerusakan ringan dan berat berkisar 8,4%
untuk laboratorium komputer dan 22,3 untuk laboratorium IPS. Sementara itu,
ruang laboratorium jenjang SMA/MA sekitar 30% juga mengalami kerusakan. Kondisi yang demikian, akan
berpengaruh pada ketidaklayakan, ketidaknyamanan pada proses belajar mengajar,
juga akan berdampak pada keengganan orang tua untuk menyekolahkan anaknya ke
sekolah-sekolah tersebut. Fasilitas lainnya yang mempengaruhi kualitas
pendidikan ialah ketersediaan sumber belajar seperti buku teks pelajaran atau bahan ajar.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Depdiknas diketahui bahwa
secara nasional, rata-rata rasio buku per siswa untuk SD adalah 0,80, yang belum menunjukkan rasio
satu siswa satu buku. Padahal buku merupakan sarana belajar yang sangat penting
yang ketiadaannya dapat menghambat pelaksanaan proses belajar mengajar (http://www.bappenas.go.id/).
Upaya pengentasan permasalahan tersebut pemerintah mengeluarkan
Permendiknas No 24 tahun 2007 Tentang Standard
Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah
Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas
(SMA/MA).
Tujuan dikelurkan Permendiknas No. 24 tahun 2007 sebagai acuan dalam
penyelenggaraan pendidikan untuk tiap satuan pendidikan, untuk mengatasi
masalah sarana/prasarana Pendidikan Dasar dan Menengah dalam mendukung proses
pembelajaran di sekolah serta untuk
meningkatkan kualitas pendidikan itu sendiri.
Sebelum dikeluarkan Permendiknas No. 24 tahun 2007 telah ada upaya pemerintah melalui
PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pada pasal
42 ayat (1) disebutkan bahwa setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana
yang meliputi perabot, alat pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber
belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan
untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan
(Permendiknas, 2006: 192). Untuk memenuhi sarana pendidikan, satuan pendidikan
(sekolah) wajib mengupayakan sarana pendidikan yang diperlukan. Namun upaya tersebut belum Menjadi
acuan dan menjadi solusi untuk mengatasi permasalahan sarana prasarana
pendidikan malah dari data diketahui penyelenggaara pendidikan sekolah yang
tidak memenuhi standar/mengalami kerusakan khusus ruang kelas tahun 2000-2004
meningkat dari 640.660 menjadi 739.741 ruang kelas (fusliyanto.wordpress.com).
Permendiknas No. 24 tahun 2007 masih meninggalkan permasalahan
yang belum bisa terselesaikan, permen itu sendiri meninggalkan permasalahan
pada pasal 1 dikatakan bahwa Permendiknas tersebut merupakan kriteria
minimum sarana prasarana padahal untuk mencapai standar tersebut sangat sulit.
Pada pasal 2 sangat lemah karna menunjukkan ketidak siapan pemerintah
untuk memenuhi standar minimum yang diterapkan yang terkesan lepas tanggungjawab
disamping pasal 2 tersebut justru memperkuat Diskriminasi antara daerah
terpencil dengan tidak terpencil.
B. Permasalahan
Dari paparan di atas Permendiknas
No. 24 tahun 2007 tentang standar minimum sarana dan prasarana masih
menimbulkan masalah-masalah:
1.
Permendiknas tersebut masih belum dijadikan acuan dalam penyelenggaraan
Pendidikan di tingkat sekolah Dasar SD/MI, SMP/MTs serta SMA/MA.
2.
Permendiknas itu sendiri sangat berat untuk dipenuhi oleh penyelenggara
pendidikan dengan partisipasi masyarakat sepeti yang tercantum pada lembar lampiran
pasal 1.
3.
Adanya diskriminasi antar daerah terpencil dan bukan terpencil (pasal 2)
4.
Pemerintah terkesan tidak ingin menanggung seluruh beban biaya pendidikan, padahal pendidikan adalah kewajiban
pemerintah untuk mengadakannya dan hak setiap warga negara Indonesia untuk
memperoleh pendidikan.
Dari survei yang dilakukan oleh Departemen
Pendidikan Nasional
pada tahun 2004, dari 159.132 SD/MI,
hanya 30,78% sekolah yang memiliki perpustakaan. Di samping itu, kondisi
prasarana penunjang yang ada pun cukup banyak yang telah rusak. Ruang
laboratorium pada jenjang SMP/MTs yang mengalami kerusakan ringan dan berat
berkisar 8,4% untuk laboratorium komputer dan 22,3% untuk laboratorium IPS.
Sementara itu, ruang laboratorium jenjang SMA/MA sekitar 30%. Dan pada tahun 2010 di Aceh Barat dari 27 sekolah SMA yang ada terdapat kekurangan Lab.
Fisika 16 ruang, Lab. Biologi 17 ruang, lab. Kimia 10 ruang, Lab. Bahasa 23
ruang, dan Lab. Komputer 14 Ruang. Sejalan dengan Penelitian yang dilakukan
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) tahun 2010 di Bandung menyimpulkan: a)
Masih cukup banyak sekolah yang tidak memiliki lapangan yang memadai untuk
kegiatan olahraga atau upacara bendera, dan Taman sekolah. B) Masih ada sekolah
tidak memiliki ruang kepala sekolah, guru, UKS, Mushola, laboratorium. c)
Kebisingan belum bisa teratasi. d) Masih
ada sekolah belum memenuhi standar luas bangunan dan luas lahan. e).Masih ada
Sekolah tidak memelihara bangunan secara berkala.
Dengan kondisi itu
apa yang diharapkan hasil akhir (ends) dari kebijakan tidak akan mencapai
tujuan (goal) dan sasaran (objectives) yang kurang tepat.Oleh karena itu pengambil
kebijakan Pemerintah Pusat/Daerah, Kemendiknas, DPR RI harus
cepat mengambil tindakan terkait dengan terbitnya Permendiknas tersebut. Masyarakat
sebagai objek pendidikan harus menjalankan fungsi kontrol atas terbitnya
permendiknas No. 24 tahun 2007.
Pada Strategic Action Programs (Key Development Milestones)
direncanakan permasalahan sarana prasarana sebahagian besar diselesaikan pada
tahun 2009 sesuai dengan programya seperti, perpustakaan, laboratorium, dan
lain-lain. Tujuan dan terget
tersebut belum dapat dicapai hingga kini akibat pemerintah setengah hati
menjalankan tanggung jawab terhadap pendidikan.
Permendiknas
tersebut belum efektif terlaksana mengingat, belum dijadikannya sebagai acuan
dalam penyelenggaraan pendidikan bahkan permen tersebut belum menjadi acuan
dalam akredetasi sekolah. Ada
sekolah belum memenuhi kriteria minimal sarana prasarana tetapi mendapat
akreditasi A. Permendiknas tersebut dikatakan efektif bila menjadi acuan/dipatuhi dalam penyelenggaraan pendidikan
pada satuan pendidikan serta dinas pendidikan melakukan fungsi pengawasan yang
ketat terhadap pelaksanaan permendiknas tersebut. Disamping itu hingga saat ini belum dapat
diketahui secara terperinci setiap item
berapa jumlah sekolah yang tidak memenuhi standar sesuai lembar lampiran
keputusan Permendiknas No.24 tahun 2007, Padahal Instrumen standar sarana dan
prasarana berupa supervisi, monitoring, dan evaluasi telah dikeluarkan. Solusi dalam
hal ini adalah keseriusan dari pemerintah (Pusat, Kementrian Pendidikan, DPR,
Pemda, Dinas Pendidikan Kab/Kota) dan
Masyarakat dalam mendukung permendiknas tersebut. Bahkan pemerintah telah
meletakkan beberapa landasan hukum untuk permendiknas tersebut antara lain: Pertama,
UU No. 20/2003 tentang sistem pendidikan Nasional BAB IX pasal 35 memuat tentang Standar
Nasional Pendidikan (SNP). Diatur lebih lanjut dalam PP 19/2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan dalam BAB VII tentang standar sarana prasarana. Pada pasal
24 ayat (1) menjelaskan tentang sarana sekolah dan ayat (2) menjelaskan tentang
prasarana sekolah. PP ini diatur dalam Permendiknas No. 24 tahun 2007 tentang
standar sarana prasarana SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA. Kedua, adanya Peraturan
Mentri Dalam Negeri Nomor 17 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan
Barang Milik Daerah. Ketiga, adanya Permen Pekerjaan Umum No.
24/PRT/M/2008 tentang Pedoman Pemeliharaan Dan Perawatan Gedung. Semua
kebijakan terkait menuntut pemangku kepentingan untuk bertindak efesien dan
efektif dalam pengelolaan, pemeliharaan, dan perawatan sarana prasarana
sekolah. Keempat, UU nomor 25/2009 tentang Pelayanan Publik dan PP No.
6/2006 tentang pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah serta Permendagri No.
17/2007 tentang Pedoman teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah
Sampai tahun 2012 pelayanan pendidikan belum dapat sepenuhnya
disediakan dan dijangkau oleh seluruh warga negara. Selain karena fasilitas
pendidikan belum mampu disediakan di seluruh pelosok tanah air, termasuk di
daerah terpencil dan kepulauan, biaya pendidikan juga dinilai makin mahal. Data
Susus tahun 2003 menunjukkan bahwa
sekitar 75 persen dari penduduk usia sepuluh tahun ke atas yang putus sekolah
kerena ketidak mampuan ekonomi. Sekolah yang baik jika sarana dan prasarananya
layak dipakai ketika proses pendidikan berlangsung. Karena sarana dan prasarana
pada dasarnya menjadi faktor pendukung utama yang memungkinkan seluruh rencana
organisasi sekolah dapat dilaksanakan.
C. Alternatif Kebijakan
Alternatif 1, Permendiknas No. 24
tahun 2007 tersebut Perlu direvisi mengingat: 1. terlalu berat beban yang diterima oleh masyarakat dalam mendukung
penyelenggaraan pendidikan, dan harus ada pasal
tambahan mengenai tahapan pemenuhan standar minimal sarana prasarana. 2.
Adanya diskriminasi terhadap daerah
tertinggal, padahal sudah menjadi kewajiban pemerintah menjamin setiap warga
negara Indonesi berhak mendapat pendidikan.
Alternatif 2, Pemerintah tegas menjalankan Permendiknas terrsebut
dan siap menanggung seluruh ketersediaan sarana dan prasarana sekolah yang
belum memenuhi standar minimal sarana dan standar minimal prasarana.
Alternatif 3, Dengan terbitnya Permendiknas No.
24 tahun 2007, dituntut setiap satuan pendidikan untuk Membuat rencana
starategis agar dapat memenuhi standar minimal sarana dan standar minimal
prasarana yang ditetapkan dan dalam 1 tahun pemerintah dalam hal ini Kementrian
Pendidikan Nasional membuat anggaran kebutuhan untuk diajukan pada RAPBN.
Alternatif 4, Membagi secara tegas kewajiban
pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah terhadap pendidikan misalnya Pendidikan
Dasar sampai dengan SLTP mutlak menjadi tangung jawab Pemda Tk I dan untuk
jenjang SLTA menjadi tanggung jawab Pemerintah pusat dalam pendanaannya.
ANALISIS ALTERNATIF
Alternatif 1. Keunggulannya, dengan
pertimbangan azas keadilan tanpa diskriminasi terhadap seluruh daerah dan
rakyat Indonesia dengan merevisi kebijakan standar minimal Sarana dan standar
minimal prasarana; menuntut ketegasan pemerintah dalam pengadaan sarpras satuan
pendidikan. Kelemahan, Memerlukan
waktu yang panjang karena harus ada persetujuan DPR, memerlukan biaya besar; terjadi stutus quo, sulit tercapai perubahan yang signifikan, wibawa
Kemendiknas dan DPR turun.
Alternatif 2. Keunggulan, Tidak terjadi diskriminasi; lebih cepat
teratasi permasalahan sarpras pendidikan; kepercayaan terhadap pemerintah
tinggi;Pemerataan pendidikan; meringankan beban masyarakat; meningkatnya jumlah
lulusan usia sekolah. Kelemahan, biaya mahal; memungkinkan
kepedulian masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan akan menurun.
Alternatif 3. Keunggulan,
Keatifitas warga sekolah; peluang terbuka luas untuk bersaing; kedewasaan dalam
perencanaan. Kelemahan, sekolah SDM
rendah akan tertinggal; ketidak merataan pengadaan sarpras; kolusi, korupsi,
dan nepotisme (KKN), status quo, tidak diketahui kapan akan terpenuhi standar
minimal sarpras.
Alternatif 4, Keunggulan, tegas pembagian wewenang
pendidikan; terwakilinya keunggulan daerah; beban rakyat menjadi ringan
terutama rakyat miskin. kelemahan,
Ketidak merataan Pendidikan antara wilayah kaya dan wilayah yang minim PAD;
meninggatnya ego kedaerahan di bidang pendidikan; perpecahan;
D. Rekomendasi Kebijakan
Kebijakan yang direkomendasikan
adalah alternatif 2, yakni pemerintah harus Tegas terhadap pelaksanaan
Permendiknas tersebut dan siap menaggulangi dan membiayai seluruh beban standar
minimal sarpras. Ini sesuai dengan amant UUD 1945 Bahwa UUD’45: ”Melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa”. UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJP
Nasional 2005 – 2025, dengan tegas mengamanatkan perlunya penyediaan pelayanan pendidikan yang berkualitas untuk
meningkatkan jumlah proporsi penduduk yang menyelesaikan pendidikan dasar
sampai ke jenjang pendidikan tinggi. UU
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 11 Ayat (2),
menyatakan bahwa ”Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin
tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang
berusia 7 sampai dengan 15 Tahun”, dan
pasal 34 ayat (2), menyatakan bahwa ”pemerintah dan pemerintah daerah
menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar
tanpa memungut biaya”.
Startegi Implementasi
1. Memberlakukan secara tegas permendiknas No 24 tahun 2007, dengan
menjadikannya sebagai acuan Pendirian Sekolah Baru, Status sekolah, dan
akreditasi sekolah.
2. Penambahan
anggaran biaya khusus untuk sarana prasarana sekolah, tidak tertutup
kemungkinan bagi masyarakat yang empunyai keinginan turut berpatisipasi
membantu pemerintah dalam mengatasi permasalahan sarana dan prasarana
pendidikan berupa role sharing dan dapat juga secara total sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
3. Pendataan Sekolah yang belum sesuai dengan standar minimal Sarana dan
prasarana untuk seluruh sekolah tanpa melihat daerah tertinggal atau tidak
4. Sistem penggadaan terpusat ditiap wilayah Provinsi dibawah pengawasan unsur
terkait pemerintah, penegak hukum, dan masyarakat.
5. Pengadaan dilakukan secara bertahap berdasarkan Keadilan dan pemerataan
pemenuhan standar minimal dalam kurun waktu 4 tahun
6. Pemeliharaan dan perawatan serta pelaporan (digital report) dilakukan secara berkala dan ditindaklanjuti setiap
bulan
7. Diberlakukan sistem reward bagi yang berprestasi and
funishment terhadap pelanggaran dan penyelewengan yang terjadi
8.
Disamping itu pemerintah juga harus
tegas melakukan fungsi Monitoring dan evalauasi yang
dilaksanakan oleh team dari pusat, provinsi, dan kab/kota yang dilakukan secara
terprogram setiap 3 bulan dan terpisah (tidak terpadu), denan
instrumen digital ketiganya dibandingkan.
Pada Alternatif
1 yang direkomendasikan ini juga menunjukkan tanggung jawab pemerintah secara
utuh/pehuh terhadap pendidikan dan peningkatan IPM nasional. Secara bertahap
dalam jangka waktu 4 tahun kedepan permasalahan pendidikan tidak lagi berada
pada posisi pemerataan, sarana prasarana tetapi telah berhadapan dengan
persaingan global dan sejajar dengan pendidikan di negara-nerara maju.
Dengan
menerapkan alternatif 1 artinya Indonesia telah memenuhi komitmen global untuk
memenuhi sasaran-sasaran Millenium
Development Goals (MDG’s), Education
For All (EFA), dan Education for
sustainablel development (EfSD).
Daftar Bacaan
Dunn,
William N.2003. Pengantar Analisis
Kebijakan Publik. Edisi Kedua. Gajah Mada University Press
Hilman,
Mahman, 2010. Penelitian Evaluasi
Pemenuhan Minimal Sarana dan Prasarana Pendidikan Dasar di kota bandung.
UPI
Http://fusliyanto.wordpress.com.
Sarana dan Prasarana Pendidikan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 24 Tahun 2007 tanggal 28 Juni 2007 Standard Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah
Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan
Sekolah Menengah Atas (SMA/MA)
Tim Bappenas.
2004. Program Kebijakan Depdiknas. http://www.bappenas.go.id/